Selasa, 27 September 2016

Analisis Puisi


ANALISIS PUISI KARYA TAUFIK ISMAIL
BERDASARKAN PENDEKATAN STRUKTURAL
OLEH : RENNY INTAN K

A.   Puisi I
Kita adalah Pemilik Sah Republik Ini
Tidak ada lagi pilihan lain. Kita harus
Berjalan terus
Karena berhenti atau mundur
Berarti hancur.
Apakah akan kita jual keyakinan kita
Dalam pengabdian tanpa harga
Akan maukah kita duduk satu meja
Dengan para pembunuh tahun yang lalu
Dalam setiap kalimat yang berakhiran :
“ Duli Tuanku “ ?
Tidak ada lagi pilihan lain. Kita harus
Berjalan terus
Kita adalah manusia bermata kuyu, yang di tepi jalan
Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh
Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara
Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama
Dan bertanya-tanya diam inikah yang namanya merdeka
Kita yang tak punya kepentingan dengan seribu slogan
Dan seribu pengeras suara yang hampa.
Tidak ada lagi pilihan lai. Kita harus
Berjalan terus.

Taufik Ismail, Tirani, 1966

1.      Analisis Struktur Fisik Puisi:
a.      Diksi
Puisi bertemakan perjuangan ini banyak menggunakan kata-kata yang menggambarkan keadaan bangsa Indonesia. Keadaan bangsa yang dinilai masih membutuhkan perjuangan, dimana pederitaan masih terjadi walaupun bangsa Indonesia sudah diakui kemerdekaannya. /Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama/  kata-kata tersebut menggambarkan kesusahan yang masih dialami oleh bangsa.
Dalam puisi Taufik Ismail yang berjudul Kita adalah Pemilik Sah Republik Ini dijumpai kata-kata dalam bahasa Sumatra /Duli tuanku/ yang dalam bahasa Indonesia bisa dimaknai baik tuan, atau siap bos. Munculnya bahasa yang biasa digunakan di daerah Sumatra ini karena Taufik Ismail sendiri yang lahir di Bukittinggi, Sumatra Barat.

b.      Citraan
Citraan yang terdapat dalam puisi ini yang pertama adalah citraan penglihatan, seperti yang ada pada kalimat /Kita adalah manusia bermata kuyu, yang di tepi jalan/  kata bermata kuyu merupakan kata yang menjelaskan pencitraan peglihatan. Kalimat diatas menunjukkan bahwa pencitraan mereka yang telah tidak bersih lagi karena setiap hari bergantung harap. Kalimat kedua /Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh/ menggambarkan bahwa setiaphari mereka berharap agar ada oplet ataupun bus yang mau berhenti untuk mereka namun yang mereka lihat hanyalah let dan bus yang selalu penuh. Hal ini menggambarkan keadaan bangsa kita, yang tidak memberikan kesempatan yang cukup untuk orang-orang kecil.
Selain citraan penglihatan, citraan pendengaran juga tampak dalam puisi ini. Seperti yang terlihat dalam kalimat /Dan bertanya-tanya diam inikah yang namanya merdeka/ dan kalimat /Dan seribu pengeras suara yang hampa suara/. Dalam kedua kalimat tersebut ada kata diam dan pengeras suara yang mewakili pencitraan pendengaran.
Pencitraan gerak juga terdapat dalam puisi karya Taufik Ismail ini. Pencitraan ini terlihat dalam kalimat /Berjalan terus/ dan kalimat / Karena berhenti atau mundur/. Kata berjalan , berhenti, dan mundur membuat sesuatu yang ditampilkan tampak bergerak.

c.       Bahasa kias
Bahasa kias juga menghiasi puisi karya Taufik Ismail ini. Personifikasi dapat kita lihat pada kalimat /Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama/. Banjir, gunung api, kutuk dan hama digambarkan dapat memukul seperti manusia. Ini merupakan perumpamaan dari cobaan yang datang bertubi-tubi dan menyengsarakan.
Kalimat  /Dan seribu pengeras suara yang hampa./ ini menunjukkan bahasa kias hiperbola yang melebih-lebihkan. Seperti hal yang tidak mungkin ada seribu pengeras suara namun hampa suara.

d.      Wujud Visual
Corak  umum puisi ini termasuk kedalam puisi yang panjang. Dan tidak terikat pembaitian ataupun persajakan. Enjambemen atau loncatan kesatuan sintaksis yang terdapat pada baris tertentu ke dalam baris berikutnya juga dapat terlihat disini. Yaitu pada kalimat /Tidak ada lagi pilihan lain. Kita harus/ /Berjalan terus/. Kata berjalan terus menerangkan kalimat diatasnya atau kalimat sebelumnya.

e.       Bunyi
Kita adalah Pemilik Sah Republik Ini
Tidak ada lagi pilihan lain. Kita harus /u/
Brjalan terus /u/
Karena berhenti atau mundur /u/
Berarti hancur. /u/
Apakah akan kita jual keyakinan kita /a/
Dalam pengabdian tanpa harga /a/
Akan maukah kita duduk satu meja /a/
Dengan para pembunuh tahun yang lalu /u/
Dalam setiap kalimat yang berakhiran : /a/
“ Duli Tuanku “ ? /u/
Tidak ada lagi pilihan lain. Kita harus /u/
Berjalan terus /u/
Kita adalah manusia bermata kuyu, yang di tepi jalan /a/
Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh /u/
Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara /a/
Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama /a/
Dan bertanya-tanya diam inikah yang namanya merdeka /a/
Kita yang tak punya kepentingan dengan seribu slogan /a/
Dan seribu pengeras suara yang hampa suara.  /a/
Tidak ada lagi pilihan lai. Kita harus /u/
Berjalan terus. /u/

f.       Sarana Retorik
Pengulangan kalimat /Tidak ada lagi pilihan lain.Kita harus/ /Berjalan terus/ diulang sebanyak dua kali, pada bagian tengah dan bagian akhir puisi. Kata kita adalah pada kalimat ke tigabelas, diulang kembali pada kalimat kelimabelas.

2.      Analisis Struktur Batin Puisi
a.      Tema
Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan. Dalam puisi berjudul Kita adalah Pemilik Sah Republik Ini merupakan perjuangan. Perjuangan mempertahankan kemerdekaan bangsa.
b.      Rasa
Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Penyair ikut merasakan penderitaan bangsa ini. Ia prihatin dengan keadaan bangsa yang masih meyedihkan. Semangat utuk berubah juga muncul dalam puisi ini.
c.        Nada
Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll. Penyair megungkapka semangatnya untuk mengubah bangsa menuju kehidupan yang lebih baik, dan damai.
d.      Makna
Puisi berjudul Kita adalah Pemilik Sah Republik Ini merupakan sebuah puisi yang menggambarkan ikhtiar bagsa kita yang ingin maju, bangkit dari keterpurukan masa pejajahan. Memperjuangkan harga diri dan citraya setelah dijajah oleh bangsa asing. Tema ini dipilih oleh pegarang karena keprihatinan melihat keadaan bangsanya yang carut marut.
/Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara/Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama/. Kalimat ini mengagambarkan betapa menyedihkannya keadaan bangsa pada saat itu, penderitaan yang datang bertubu-tubi seakan tiada berakhir.
Kondisi dimana terjadinya degradasi moral yang semakin memperparah keadaan bangsa. Banyak para pemeritah, dan cendekiawan bangsa yang hanya mementingkan kepentingannya sendiri, tidak jujur, dan selalu terlibat korupsi. Hal ini terlihat dalam kalimat /Kita yang tak punya kepentingan dengan seribu slogan/Dan seribu pengeras suara yang hampa suara/







B.   Puisi II
Sebuah Jaket Berlumur Darah

Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah pergi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun.

Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja
Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan ’Selamat tinggal perjuangan’
Berikara setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?.

Spanduk kumal itu, ya spanduk itu
Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang.

Pesan itu telah sampai kemana-mana
Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa
Prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata
Lanjutkan Perjuangan.

1.      Analisis Struktur Fisik Puisi
a.      Diksi
Puisi karya Taufik Ismail yang berjudul Sebuah Jaket Berlumur Darah ini ditemukan sebuah diksi yang menggunakan bahasa Betawi. /Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan/ kata abang dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai kata sapaan yang digunakan untuk menyapa kakak laki-laki.

b.      Citraan
Citraan pertama yang terdapat dalam puisi ini adalah citraan penglihatan pada kalimat / Kami semua telah menatapmu/. Kata menatapmu jelas menunjukkan citraan penglihatan pada puisi diatas.
            Selain citraan penglihatan, citraan gerak juga tampak pada puisi ini. Citraan ini terdapat pada kalimat /Telah pergi duka yang agung/ dan kalimat /Akan mundurkah kita sekarang/ . Kata pergi dan mundurkah menjelaskan citraan gerak, karena menyebabka sesuatu yang ditampilkan menjadi gerak.
            Citraan  pendengaran atau cita auditif juga ada dalam puisi berjudul Sebuah Jaket Berlumur Darah. Pada bait ke empat, baris ke empat terdapat kalimat / Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa/. Kata Teriakan-teriakan cukup untuk menerangkan pencitraan pendegaran karena berhubungan dengan indra pendengaran.

c.       Bahasa Kias
Taufik Ismail sering menggunakan bahsa kias dalam puisinya. Dalam puisi Sebuah Jaket Berlumur Darah in terdapat majas Personifikasi yang terdapat pada kalimat / Menunduk bendera setengah tiang./ digambarkan bahwa bendera setegah tiang pun dapat menunduk seperti manusia. Menunduknya bendera setegah tiang ini dapat diartikan sebagai kesedeihan yang amat mendalam. Hingga bendera sudahsetengah tiang masih harus menunduk lagi karena rasa duka yang teramat mendalam.
Selain personifikasi, juga ditemukan simile, yaitu betuk perbadingan yang bersifat eksplisit. Ditemukan dalam kalimat /Antara kebebasan dan penindasan/ . Kata antara menjadi kunci perbadingan dalam simile

d.      Wujud Visual
Corak umum puisi karya Taufik Ismail yang berjudul Sebuah Jaket Berlumur Darah termauk kedalam puisi yang berbentuk panjang. Pada paragraf pertama terdiri dari empat baris dan paragraf ke dua terdiri dari delapan baris. Pada paragraf ketiga sama dengan paragraf pertama yang terdiri dari empat baris. Paragraf terakhir sama dengan paragraf kedua yang terdiri dari delapan baris.

e.       Bunyi
Sebuah Jaket Berlumur Darah
Sebuah jaket berlumur darah /a/
Kami semua telah menatapmu /u/
Telah pergi duka yang agung /u/
Dalam kepedihan bertahun-tahun./u/

Sebuah sungai membatasi kita /a/
Di bawah terik matahari Jakarta /a/
Antara kebebasan dan penindasan /a/
Berlapis senjata dan sangkur baja /a/
Akan mundurkah kita sekarang /a/
Seraya mengucapkan ’Selamat tinggal perjuangan’/a/
Berikara setia kepada tirani /i/
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?. /a/

Spanduk kumal itu, ya spanduk itu /u/
Kami semua telah menatapmu /u/
Dan di atas bangunan-bangunan /a/
Menunduk bendera setengah tiang. /a/

Pesan itu telah sampai kemana-mana /a/
Melalui kendaraan yang melintas /a/
Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan /a/
Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa /a/
Prosesi jenazah ke pemakaman /a/
Mereka berkata /a/
Semuanya berkata /a/
Lanjutkan Perjuangan. /a/

f.       Sarana Retorika
Sarana Retorika atau yang lazim dikenal denga gaya bahasa yang terdapat dalam puisi ini adalah repetisi. Kalimat /Kami semua telah menatapmu/ yang berada pada baris kedua paragraf pertama, diulang kembali pada paragraf ketiga baris ke dua.
Selain repetisi kalimat, repetisi kata berkata juga ada dalam puisi ini. Kata berkata yang terdapat pada akhir kalimat paragraf ke empat baris keenam, diulang pada akhir kalimat baris ketujuh paragraf keempat.

2.      Analisis Struktur Batin Puisi
a.      Tema
Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan. Tema yang diangkat dalam puisi berjudul Sebuah Jaket Berlumur Darah ini adalah semagat perjuangan. Semangat perjuangan untuk memperoleh keadilan dan semangat untuk melajutkan perjuangan.

b.      Rasa
              Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pada puisi ini peyair mengungkapkan perasaan sedihnya melihat keadaan bangsanya yang carut-marut. Rasa jengkel atas aspirasi yang tidak di dengarkan.
c.       Nada
Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll. Nada yang diungkapkan dalam puisi ini adalah semangat melanjutkan perjuangan demi memperoleh keadilan.
d.       Makna
Puisi berjudul Sebuah Jaket Berlumur Darah ini pengarang mencoba menceritakan adanya sebuah jurang pemisah antara rakyat dan penguasai. /Sebuah sungai membatasi kita/ Di bawah terik matahari Jakarta/Antara kebebasan dan penindasan/ Berlapis senjata dan sangkur baja/. Dari penggalan kalimat diatas menunjukkan adanya jurang pemisah antara orang rakyat dan pemerintah. Pemerintah yang berkuasa dengan kediktatoran dan rakyat yang selalu dikekang kebebasannya.
Rakyat berusaha untuk menyampaikan aspirasiya dapat dilihat dari penggalan paragraf ini /Pesan itu telah sampai kemana-mana/ Melalui kendaraan yang melintas/Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan/Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa/ Prosesi jenazah ke pemakaman/ Mereka berkata/ Semuanya berkata/ Lanjutkan Perjuangan./. Digambarkan jelas rakyak yang berusaha menyampaikan aspirasinya. Mahasiswa disini menjadi simbol rakyat itu. Walaupun pihak dari mahasiswa banyak yang gugur pada saat itu, namun mereka pantang menyerah dan tetap terus berjuang.





Puisi III
Karangan Bunga

Tiga anak kecil
Dalam langkah malu-malu
Datang ke Salemba
Sore itu.

Ini dari kami bertiga
Pita hitam pada karangan bunga
Sebab kami ikut berduka
Bagi kakak yang di tembak mati
siang tadi’

(Taufiq Ismail, Tirani, 1966)

1.      Analisis Struktur Fisik Puisi
a.      Diksi
Diksi yang dipakai dalam puisi ini tidak terlalu sulit. Karena memnggunakan bahasa Indonesia pada keseluruhannya. Namun ada suatu kata pada kalimat / Datang ke Salemba/ kata Salemba bukanlah sebuah kata yang berasal dari bahasa daerah ataupun bahasa asing. Salemba adalah sebuah tempat yang ada di  Kecamatan Senen, Jakarta Pusat.
b.      Citraan
Citraan yang dapat ditemukan pada puisi ini adalah citraan gerak yait pada kalimat /Dalam langkah malu-malu/. Kata langkah menunjukkan citraan gerak, karena langkah merupakan suatu tidakan yang menyebabkan sesuatu bergerak.
c.       Bahasa kias
Simbol merupakan salah satu komponen dari bahasa kias yang digunakan disini. Dapat dilihat pada kalimat /Pita hitam pada karangan bunga/. Kata pita hitam ini merupakan simbol dari rasa berduka yang dirasakan.
d.      Wujud Visual
Dilihat dari corak umum puisi ini merupakan puisi pendek. Puisi ini hanya terdiri dari dua bait. Bait pertama terdiri dari empat baris dan bait kedua terdiri dari lima baris. Enjambemen juga tampak dalam puisi berjudul Karangan Bunga karya Taufik Ismail ini. Dapat dilihat dari kalimat /Datang ke Salemba/ Sore itu./ Kata sore itu menerangkan kalimat sebelumnya. /Bagi kakak yang di tembak mati/ siang tadi’/ kata siang tadi juga mejelaskan kata sebelumnya yaitu kata Bagi kakak yang di tembak mati
e.      Bunyi
Karangan Bunga

Tiga anak kecil /i/
Dalam langkah malu-malu /u/
Datang ke Salemba /a/
Sore itu. /u/

Ini dari kami bertiga /a/
Pita hitam pada karangan bunga /a/
Sebab kami ikut berduka /a/
Bagi kakak yang di tembak mati /i/
siang tadi’ /i/
(Taufiq Ismail, Tirani, 1966)
f.       Sarana Retorika
Sarana retorika yang digunakan dalam puisi diatas adalah ironi. Ironi merupakan bentuk pengucapan kata-kata yang bertentangan dengan maksud untuk menyidir atau mengejek. Dapat dilihat pada kalimat /Tiga anak kecil/ Dalam langkah malu-malu/ Datang ke Salemba/ Sore itu.//. Dari kalimat itu sangat tidak mungkin ada anak kecil yang datang ke daerah yang berkoflik. Seharusnya orang-orang yang bertanggung jawab lah yang datang dan mempertanggung jawabkan perbuatannya. Bukan anak kecil yang tak tau apa-apa. Anak kecil disini meggambarkan keberanian.
2.      Analisis Struktur Batin Puisi
a.      Tema
Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan. Tema puisi diatas adalah tentang realita sisa sisa-sisa peristiwa demonstrasi mahasiswa.
b.      Rasa
Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Dalam puisi ini penyair menggambarkan kesedihannya. Mengungkapkan dukanya karena adanya korban dalam peristiwa demostrasi mahasiswa. Penilis merasa miris dengan kejadian ini.
c.       Nada
              Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll. peyair menuangkan rasa kesedihannya kepada pembaca. /Pita hitam pada karangan bunga/ Sebab kami ikut berduka/Bagi kakak yang di tembak mati/siang tadi’// . Kalimat tersebut mewakili perasaan sedih penyair.
d.      Makna
Puisi di atas membicarakan peristiwa demonstrasi mahasiswa pada tahun 1966 menentang orde lama. Tiga anak kecil mewakili golongan manusia lemah yang masih suci dan murni hatinya, yang sebenarnya belum tahu apa-apa tentang peristiwa demonstrasi itu. Tetapi mereka bertiga sudah mampu menyatakan duka cita terhadap gugurnya mahasiswa yang ditembak mati oleh penguasa pada waktu itu. Karena itu ketiga anak kecil membawa karangan bunga dalam langkah malu-malu. Tanda kedukaan dilambangkan dengan  kalimat /pita hitam pada karangan bunga./



DAFTAR PUSTAKA

Wiyatmi.2009.Pengantar Kajian Sastra.Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.
Sayuti, Saminto A.2010. Berkenalan dengan Puisi.Yogyakarta: Gama Media.
Ismail, Taufik.2009.Taufik Ismail. http://taufiqismail.com/. Diungguh pada 4 Januari 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar